PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SUKABUMI

“Membangun Semangat Perkaderan dan Pergerakan IMM di Tengah Hegemoni Media Sosial”

Oleh : Aldi Aqli, (Kader PC IMM Sukabumi Raya)

Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran yang sangat signifikan dalam menciptakan iklim pendidikan yang baik. Di era digital dimana media sosial berkembang semakin masif mahasiswa dituntut untuk mampu memberikan pemahaman yang lebih mengenai informasi-informasi yang berkembang.

Konten media sosial yang menawarkan banyak hal kepada para pengguna menjadi salah satu faktor masifnya penggunaan tersebut. Di dalamnya terdapat konten hiburan, edukatif, informatif bahkan konten dewasa yang hanya boleh dikonsumsi oleh remaja dewasa pun banyak berseliweran di media sosial.

Ini menunjukan bahwa media sosial dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pemikiran masyarakat, terkhusus pada keberlangsungan pendidikan. Menurut Paulo Freiere dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, pendidikan haruslah berorientasi pada kemanusiaan. Yang mana seorang pendidik harus mampu meposisikan dirinya dan peserta didik sebagai subjek yang sama. Sehingga proses dialogis akan terjadi antara pendidik dengan peserta didik.

Namun, pada realitas yang terjadi di isntitusi pendidikan saat ini, pendidik sering kali melanggengkan kuasa mereka dengan memposisikan peserta didik sebagai objek yangpasif. Menurut Paulo Freire sistem tersebut dinamakan model bank, dimana peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang hanya dicekoki pengetahuan dari pendidik tanpa diberi ruang untuk mengemukakan pendapatnya.

Seiring dengan itu transformasi teknologi yang memudahkan setiap elemen masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, bahkan orang tua untuk dapat mengakses media, banyak dari peserta didik yang lebih senang menggunakan gagetnya untuk mendapatkan pengetahuan yang mereka inginkan.

Mereka merasa bahwa dengan gadget mereka dapat terhubung dengan banyak orang, sehingga bisa mendapatkan pengetahuan baru yang tidak diberikan sebelumnya oleh guru di dalam kelas. Akan tetapi, penggunaan media sosial tanpa disertai dengan pemahaman kritis dari masyarakat memunculkan kekhawatiran yang serius.

Salah satunya yaitu hegemoni media sosial yang menjadikan masyarakat secara tidak sadar selalu patuh terhadap penguasa. Menurut Antonio Gramsci hegemoni tidak hanya dicapai melalui penggunaan kekerasan atau fisik semata, namun melalui pengendalian budaya, norma-norma sosial dan ideologi.

Dengan masifnya media sosial hal tersebut sangat memungkinkan, karena penguasa mempunyai instrumen yang sangat lengkap terhadap pengendalian media elektronik termasuk media sosial.

Dengan instrumen yang kuat tersebut sangat membuka celah dimana penguasa dapat membuat kebijakan yang sewenang-wenang. Manakala, suatu keburukan atau kezaliman yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat menggiring opini masyarakat lalu menganggap itu sebagai suatu kebijakan yang baik.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah mempunyai ideologi yang kuat untuk mendobrak hegemoni tersebut. IMM berperan sebagai organisasi kemahasiswaan yang mampu membawa perubahan dalam pendidikan yang berorientasi pada kemanusiaan. Sebagaimana di dalam trilogi dan trikoda yang berlandaskanpada keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan, IMM menjadi tonggak bagi perkaderan.

Perkaderan ini berfungsi sebagai wadah untuk menciptakan regenerasi agar dapat membuahkan sumber daya manusia yang unggul. Instruktur yang berperan sebagai subjek dalam perkaderan ini menjadi penentu arah pergerakan yang akan dibawa oleh kader-kader di masa depan nanti.

Instruktur di era digital bukan hanya harus cakap secara keilmuan, tetapi juga harus mempunyai kepekaan untuk dapat mendobrak hegemoni yang terjadi. Untuk itu penting bagi seorang instruktur memahami perkaderan yang relevan untuk diterapakan agar dapat menciptakan suatu pergerakan yang dapat melawan hegemoni tersebut.

Peran Instruktur dalam Membangun Semangat Perkaderan dan Pergerakan Instruktur sangat berperan penting dalam menghidupkan semangat perkaderan dan pergerakan di IMM. Sama halnya seperti tenaga pendidik, instruktur harus mampu memposisikan dirinya sebagai subjek yang setara dengan kader-kader IMM yang lainnya.

Dengan demikian proses dialogis antara instruktur dan kader dapat terbangun. Dengan proses dialogis tersebut penyadaran terhadap hegemoni media sosial yang sudah sejak lama tertanam lambat laun bisa didobrak.

Proses dialogis tersebut juga dapat memantik semangat pergerakan kader IMM yang kian hari kian meredup,karena mereka akan merasa didengar sehingga memungkinkan terjadinya pertengkaran pikirian.

Pertengkaran pikiran yang terjadi dalam ruang-ruang diskusi akan menghadirkan sebuah perlawanan terhadap hegemoni yang saat ini terjadi di media sosial. Dengan demikian kesadaran dari kader-kader IMM akan tumbuh sehingga menjadi efek domino yang akan menyebar kepada masyarakat Indonesia.

Pada akhirnya Instrukturlah yang menjadi penentu bagaimana penyadaran terkait hegemoni media sosial yang terjadi saat ini. Meskipun terkesan utopis dalam proses menuju penyadaran terhadap masyarakat luas, namun dengan ikhtiar yang kuat bukan tidak mungkin IMM menjadi penggerak masyarakat untuk sadar akan kondisi negara ini.

Tantangan dan Strategi Instruktur dalam Melawan Hegemoni Media Sosial memberikan banyak asupan yang membuat para penggunanya semakin ingin menghabiskan waktu untuk mengkonsumsi konten-konten di dalamnya.

Sehingga masyarakat cenderung konsumtif terhadap konten di media tanpa memilah mana yang baik dan buruk. Konten hiburan, edukatif, inspiratif bahkan konten dewasa yang semakin menggila muncul di media sosial. Ini menjadi suatu kekhawatiran bagi IMM, karena sifat konsumtif yang berlebihan terhadap konten yang tidak bermanfaat di media sosial akan berpotensi terkena “Brain-root” atau pembusukan otak.

Yang mana ini akan menjadi masalah baru bagi masyarakat indonesia ke depannya. Dengan melihat tantangan tersebut, tentu instruktur yang berfungsi sebagai pendidik harus memiliki strategi untuk memitigasi terjadinya Brain-Root terutama pada generasi muda Indonesia saat ini.

Melihat dari tantangan tersebut, untuk itulah isntruktur harus menggunakan strategi yang efektif dalam melawan hegemoni dari media sosial. Pertama, dialogis kritis untuk membangun kesadaran kader terkait hegemoni penguasan yang dibentuk lewat konten-konten di media sosial. Instruktur harus menekankan kepada para kader tentang pentingnya berpikir kritis dengan tidak secara langsung mengkonsumsi konten tanpa memilahnya terlebih dahulu.

Dengan begitu kader mendapat pemahaman baru akan pentingnya memfilter setiap konten yang konsumsi.

Kedua, instruktur harus mampu memanfaatkan media sosial sebagai basis penguatan ideologi dan idenstitas IMM itu sendiri. Dengan semangat amar maruf nahi munkar yang digagas oleh KH Ahmad Dahlan lewat Qs Ali Imran Ayat 104.

Organisasi IMM harus menjadi garda terdepan yang memberikan pemahaman kepada masyarakat lewat media sosial sehingga dapat mendobrak hegemoni yang dilakukan oleh penguasa yang zalim.

Ketiga, peningkatan terhadap substansi media sosial. Instruktur harus mampu menjadi pelopor dalam penggerak lewat media sosial. Yang mana media sosial bisa menjadi wadah untuk diskusi, bertukar ide dan ruang untuk bertengkar pikiran.

Keempat, mengemas gerakan lewat digitalisasi. Sudah menjadi suatu keharusan disaatmedia sosial menjadi kebutuhan utama msyarakat, gerakan IMM harus bisa beradaptasi dengan itu. Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam melawan hegemoni media sosial yang kian masif memengaruhi pola pikir masyarakat, khususnya dalam dunia pendidikan.

Dalam konteks ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) hadir sebagai kekuatan ideologis dan berperan strategis dalam menyemai kesadaran kritis melalui proses perkaderan.

Instruktur sebagai motor penggerak perkaderan memiliki tanggung jawab besar untuk menumbuhkan kesadaran kritis kader melalui pendekatan dialogis, penguatan identitas IMM, serta optimalisasi media sosial sebagai alat perjuangan.

Di tengah arus konten yang kurang baik dan cenderung menciptakan budaya konsumtif yang membahayakan daya pikir, instruktur harus mampu mengemas gerakan IMM dengan semangat digitalisasi yang progresif dan bermuatan nilai-nilai ideologis.

Dengan ikhtiar yang kuat, IMM memiliki peluang besar menjadi lokomotif perubahan dalam melawan dominasi wacana yang menyesatkan di ruang digital. Diharapkan IMM mampu membuat suatu peradaban yang berkeadilan.

email: suara@pdmkotasukabumi.or.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *